Kamis, 03 Januari 2008

MENYOAL PROFESIONALSME AUDITOR INTERN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIH

A. PENDAHULUAN
Lembaga Keuangan Syari’ah di Indonesia telah menunjukkan perkembangan pesat selama dekade terakhir ini. . Disamping adanya dukungan pemerintah dan sambutan positif umat Islam yang besar, Lembaga Keuangan Syari’ah terbukti secara empiris tetap exist (tahan) dalam kondisi krisis ekonomi yang telah memporak-porandakan sendi-sendi ekonomi dan soial masyarakat. Sejak krisis ekonomi, pemerintah telah menutup 55 bank, disamping mengambil alih 11 bank (BTO) dan 9 bank lainnya dibantu direkapitalisasi. Dari 240 bank sebelum krisis kini hanya tinggal 73 bank swsata yang masih beroperasi. [2] Kondisi dan tingkat pertumbuhan ekonomi memungkinkan perkembangan Lembaga - Lembaga Keuangan Syari’ah, saat ini tercatat ada dua bank umum, 52 BPRS dan 1.300 BMT yang tersebar di seluruh Indonesia . Dari 1.300 BMT, terdapat 513 BMT atau (39,4%) yang berlokasi di Jawa Tengah (PINBUK Jawa Tengah, 2004). Namun dalam perkembangannya, BMT mengalami kesulitan bersaing dengan lembaga keuangan konvensional lainnya.
Dalam Penelitian Rahman (2005) menunjukkan dari 11 BMT yang tergabung dalam BMT forum Kota Semarang 54,55 persen tergolong cukup sehat dan 45,45 persen tergolong kurang sehat, sedangkan tidak ada BMT tergolong sehat. Sebagian besar BMT memiliki tingkat return on assets (ROA) dan current asset ratio (CAR) dibawah rata-rata. Hal ini disebabkan beberapa faktor. Pertama, aktivitas operasional BMT sebagian besar dibiayai dari simpanan yang masuk, bukan dari modal sendiri Karena besarnya simpanan ini mengakibatkan likuiditas BMT menjadi rendah. Kedua, besarnya simpanan membuat BMT harus menyediakan kontra prestasi berupa bagi hasil yang besar pula bagi nasabah yang menabung di BMT, hal ini juga menyebabkan perolehan laba tidak optimal. Tidak maksimalnya pembiayaan yang disalurkan oleh BMT menyebabkan laba yang dihasilan BMT menjadi tidak maksimal, karena melalui pembiayaan inilah sumber utama usaha bagi BMT untuk menghasilkan laba. Ketiga, rendahnya mutu sumberdaya manusia terutama auditor intern.[3]
Seorang auditor intern dapat mempengaruhi baik buruknya kinerja lembaga keuangan syari’ah. Kinerja perusahaan secara nyata dipengaruhi secara kumulatif oleh pengendalian intern yang efektif dan kualitas auditor intern. Auditor intern bertanggungjawab untuk menyediakan jasa analisis, informasi, evaluasi dan bakan rekomendasi kepada manajemen . Tanggung jawab auditor intern adalah memantau kinerja keuangan secara objektif dan profesional.
Untuk menjadi auditor intern yang profesional, seseorang harus memiliki kumpulan pengetahuan yang berlaku umum dalam audit intern yang dipandang penting sehingga ia dapat melaksanakan kegiatan dalam area yang cukup luas dengan hasil kerja yang memuaskan sesuai dengan kelima standar profesional yang ditetapkan oleh The Institute of Internal Auditor Standards (IIAS). Kelima standar profesional audit intern tersebut adalah independence, professional proficiency, scope of work, performance of audit work, dan management of the internal auditing department [4]; artinya independen, keahlian profesional, lingkup kerja, kinerja kerja audit, dan manajemen departemen audit intern.
Persoalan klasik yang selalu dihadapi oleh para pengelola Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) sebenarnya masih sama dari tahun ke tahun, yaitu tentang keterbatasan sumber daya manusia dari aspek kualitas terutama auditor intern. Belum adanya standar tolak ukur bagi auditor intern salah satu sebab BMT sulit bersaing dengan lembaga keuangan konvensional lainnya. Dalam The Institute of Internal Auditors-Research Foundation [5]: ada lima belas tolok ukur tersebut dapat dilihat pada Tabel 1



Sumber: The Institute of Internal Auditors-Research Foundation.
Profesionalisme merupakan salah satu elemen pokok yang penting di dalam lima belas tolok ukur yang digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi hasil kerja auditor intern , yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja BMT. Berdasarkan paparan diatas, penulis ingin mengetahui secara empiris bagaimana profesionalisme auditor intern yang ada pada lembaga keuangan mikro syariah dan factor-faktor apa mempengaruhi profesionalisme seorang auditor intern dalam upaya meningkatkan performance lembaga keuangan mikro syariah (BMT)

B. Kajian tentang Profesionalisme Auditor Intern
Definisi auditor intern Menurut Moeller (2005) adalah “Internal auditing is an independent appraisal function established within an organization to examine”; artinya audit intern memastikan fungsi penilaian independen dalam organisasi untuk memeriksa.[7] Boynton menjelaskan bahwa audit intern merupakan suatu kegiatan independen dalam menetapkan tujuan, merancang aktivitas konsultasi untuk menambah nilai, dan meningkatkan operasi perusahaan. Tujuan audit intern yaitu organisasi mencapai tujuan dengan jalan pendekatan terarah dan sistematis dalam menilai dan mengevaluasi keefektifan manajemen . Jadi Terdapat lima konsep kunci dari pengertian audit intern yaitu: (1) independent; (2) kegiatan penilaian; (3) audit diadakan dalam organisasi; (4) layanan jasa bagi organisasi; dan (5) pengawasan yang menguji dan menilai pengawasan lain.[8]
Sedangkan profesionalisme , sebagaimana menurut para tokoh dunia sering menggunakan istilah “profesionalisme” sebagai sarana untuk peningkatan prestasi dalam berbagai kegiatan usaha. Istilah “profesi” dan “profesionalisme” dapat dibedakan secara konseptual. Profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi kriteria, sedangkan profesionalisme merupakan suatu atribut seorang yang ahli dalam bidang tertentu. Profesi merupakan bidang pekerjaan yang dilandasi dengan pendidikan keahlian antara lain ketrampilan dan kejujuran tertentu. Istilah “profesi” sering diucapkan banyak orang dan istilah tersebut selalu dikaitkan dengan suatu pekarjaan. Sekalipun demikian tidak semua pekerjaan diakui sebagai suatu profesi. Pekerjaan yang selama ini diakui sebagai profesi diantaranya dokter, pengacara, dan akuntan. Sawyer menyatakan bahwa internal auditing telah memenuhi beberapa kriteria untuk disebut sebagai suatu profesi .[9]
Profesional adalah tingkat penguasaan dan pelaksanaan terhadap knowledge, skill, dan character. Seorang yang profesional akan mempunyai tingkat tertentu pada ketiga bidang tersebut. Perilaku profesional diperlukan bagi semua profesi, agar profesi yang telah menjadi pilihannya mendapat kepercayaan dari masyarakat [10]. Profesionalisme sebagai sikap dan perilaku seseorang dalam melakukan profesi tertentu. Ia menyebutkan bahwa seorang yang profesional, di samping mempunyai keahlian dan kecakapan teknis, harus mempunyai kesungguhan dan ketelitian bekerja, mengejar kepuasan orang lain, keberanian menanggung risiko, ketekunan dan ketabahan hati, integritas tinggi, konsistensi dan kesatuan pikiran, kata dan perbuatan.
Kalbers dan Fogarty telah menyusun teori mengenai lima elemen profesionalisme. “ Seseorang dapat dikatakan profesional apabila : (1) meyakini bahwa pekerjaannya sangat penting; (2) mempunyai komitmen untuk memberikan jasa kepada publik; (3) meminta otonomi dalam pelayanan jasa; (4) mendapatkan dukungan terhadap pengturan sendiri dalam pekerjaannya; dan (5) berafiliasi dengan para rekan sesama jenis pekerjaan di organisasi lain”. Kelima elemen profesional tersebut dideskripsikan oleh Kalbers dan Forgaty sebagai dedikasi terhadap profesi, tanggung jawab sosial, permintaan akan otonomi profesional, keyakinan atas pengaturan sendiri dalam pekerjaannya, dan afiliasi komunikasi .[11] Morrow dan Goetz mengungkapkan bahwa dimensi nyata dari profesionalisme seorang auditor independen adalah community affiliations, social obligation, self regulation, sense of calling, dan autonomy [12].

C. Potret Profesionalisme Auditor Intern Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah (BMT)
Untuk mengetahui bagaimana tingkat profesionalisme auditor intern yang ada lembaga keuangan mikro syariah (BMT), penulis mengembangkan ukuran profesionalisme dari Sawyer (2003) menggagas dengan 5 (lima) indikator antara lain : (1) afiliasi komunitas; 2) sertifikasi; (3) pendidikan dan pelatihan profesi ; (4) dedikasi pada profesi; dan (5) kewajiban sosial profesi:[13]
a. Afiliasi komonitas. Sebagian besar lembaga keuangan mikro syari’ah (BMT) tidak mempunyai suatu komonitas baik masuk sebagai anggota persatuan auditor intern Indonesia (PAII) atau IIA . Komonitas mereka hanya komonitas antar BMT sehingga wawasan, pengetahuan dan keahlian profesi mereka kurang berkembang, hal ini mempunyai pengaruh langsung terhadap perkembangang lembaga keuangan mikro syariah (BMT) di tempat mereka bekerja.
b. Sertifikasi yang dimiliki auditor inten. Dari pengamatan penulis, sebagian besar auditor intern yang ada pada lembaga keuangan mikro syariah (BMT) tidak memiliki sertifikasi akuntan yang dikeluarkan oleh lembaga profesi yang terakriditasi. Mereka bisa menjalankan tugas sebagai sebagai auditor intern, karena hanya berbekal pada pengalaman dimana mereka dipaksa untuk menguasai masalah-masalah tugas yang biasa dilakukan oleh seorang auditor intern. Hal ini bisa dilihat bagaimana masih terjadi permasalahan dalam laporan keuangan yang belum memenuhi standar sebagai laporan keuangan yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia.
c. Pendidikan dan pelatihan profesi. Minimimnya kegiatan dan pelatihan yang diikuti atau diadakan oleh lembaga keuangan mikro syariah (BMT) menyebabkan sebagian besar auditor intern kurang professional. Di Jawa Tengah, tidak berfungsinya PINBUK sebagai induk organisasi BMT-BMT, menyebabkan kegiatan peningkatkan mutu dan kualitas sumber daya manuusia terutama auditor inter terabaikan dan tidak terurus. Hal ini memperparah kondisi profesionalisme auditor intern yang ada pada BMT-BMT
d. Dedikasi pada profesi, menyangkut keaktifan dan kehadiran dalam kegiatan profesi. Melihat tidak adanya ikanan auditor intern di kalangan lembaga keuangan mikro syari’ah (BMT) dan bahkan tidak berfungsinya lembaga induk BMT yaitu PINBUK, para auditor intern pada BMT tidak bisa menunjukkan dedikasi pada profesinya. Memang ada pertemuan atau konferensi antar BMT yang diadakan minimal 1 bulan sekali, namun yang dilibatkan dalam pertemuan itu hanyalah manajer-manajer BMT tanpa melibatkan auditor internnya. Sehingga profesionalisme auditor inter yang ada sangat terbatas baik dalam hal; pengalaman, wawasan dan bahkan keahliannya.[14]
e. kewajiban social profesi yang diukur dengan sejaumana keakitfan auditor intern lembaga keuangan syarian (BMT) menyumbangkan pemikiran-pemikian atau pendapat-pendapatnya dalam rangka mengembangkan prosinya sebagai tanggung jawab social sebagai seorang auditor inter sangat minim sekali, dan bakan belum pernah penulis temukan baik dalam penulisan buku atau pun penulisan dalam jurnal-jurnal ilmiah.
Melihat kondisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kondisi auditor inter yang ada pada lembaga keuangan syariah tidak profesional, hal ini disebabkan oleh factor internal dan eksternal. Factor internal terutama disebabkan tidak sesuainya pendidikan formal yang dimiliki oleh auditor intern BMT, mereka banyak berpendidikan selain ekonomi akutansi. Mereka bisa melaksanakan tugas sebagai seorang auditor intern hanya mengandalkan pada pengalaman dari rutinitas tugas sebagai auditor intern, tanpa memiliki keahlian dasar yang harus dimiliki seoarang auditor inten. Selain itu pelatihan dan pendidikan profesi yang diikuti oleh auditor inter BMT sangat minim sekali. Sedangkan factor eksternal disebabkan kondisi kerja, fasilitas-fasilitas yang ada dan bakan ikatan profesi auditor inter ditempat kerja tidak ada.
Namun demikian, lembaga keuangan syariah (BMT) masih mempunyai prospek yang cerah, jika BMT tanggap dengan realitas empiris yang mereka hadapi. Untuk itu BMT perlu berbenah diri dalam rangka meningkatkan performancenya dari berbagai aspek. Untuk meningkatkan sumberdaya manusia, terutama auditor internya ada beberapa hal yang direkomendasikan penulis untuk meningkatkan profesional seorang auditor intern , yang mempunyai dampak langsung terhadap kinerja lembaga keuangan mikro syariah (BMT) ditempat mereka bekerja.
Pertama, pendidikan. Banyak penelitian , antara lain Colbert (1989), Ketchen & Strawser (1998), Libby & Frederik (1990), Kalbers & Fogarty (1995), Yohannes, et. al. (2002). yang menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi kinerja perusahaan. Semakin tinggi tingkat pendidikan auditor intern semakin meningkat pula profesionalisme mereka atau dengan kata lain profesionalisme auditor intern dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya. Oleh karena itu penddikan merupakan basic pengetahuan dan keahlian bagi seorang auditor inter. Sebagai bahan kebijakan lembaga keuangan mikro syariah (BMT), manajemen lembaga harus selektif dan proposional dalam menempatkan auditor intern sesuai dengan tingkat pendidikannya, karena hal ini akan mempengaruhi perilaku, persepsi, pengambilan keputusan pribadi, pembelajaran, dan motivasi seoarang auditor intern yang akhirnya dapat meningkatkan performance lembaga.
Kedua, pelatihan. Menurun Mc Clarend suatu profesi dapat dibentuk melalui melalui pendikan dan pelatihan. Jadi semakin banyak pelatihan yang diikuti oleh seorang auditor semaikin bertambah pengetahuan dan keahliannya yang ada akhirnya meningkatkan profesionalismenya. Hal ini sejalan dengan argumen Ratliff (1996) yang menjelaskan pemberian jasa profesional harus merupakan hasil proses belajar, pelatihan, pengalaman dan pendidikan profesional berkelanjutan seseorang. Oleh karena itu, semakin banyak pelatihan yang diikuti oleh auditor intern maka semakin profesional mereka dalam bekerja atau dengan kata lain profesionalisme auditor intern dipengaruhi oleh banyaknya pelatihan yang telah diikutinya.[15]
Ketiga, personality. Sebagai seorang auditor intern yang mempunyai tugas independen dan mampu mendorong terciptanya pengelolaan risiko, pengendalian intern serta corporate governance yang baik dalam lingkungan perusahaan . [16] Oleh karena itu lembaga keuangan mikro syariah harus mempunyai auditor intern bersikap objective dan mempunyai integritas serta loyalitas yang tinggi. Semua itu tercapai jika seorang auditor intern mempunyai kepribadian (personalty) yang yang baik. Personality dapat dibentuk melalui keturunan, lingkungan, dan situasi sebagai faktor moderating. Kepribadian seorang auditor intern dapat dilihat dari cara komunikasinya dimana komunikasi yang efektif bagi auditor intern diperlukan hampir pada semua tahapan audit. Oleh karena itu, semakin bagus kepribadian auditor intern dapat meningkatkan profesionalisme mereka atau dengan kata lain profesionalisme auditor intern dipengaruhi kepribadiannya.
Keempat, pengalaman. Pengalaman auditor internal akan menjadi pertimbangan yang baik dalam pengambilan keputusan pada saat menjalankan tugasnya. Pengalaman auditor intern dapat menentukan profesionalisme, kinerja tugas, komitmen terhadap organisasi, serta kualitas auditor intern melalui pengetahunan yang diperolehnya dari pengalaman melakukan audit. Hal ini didikung oleh beberapa penelitian antara lain : Hasil penelitian ini juga mendukung pendapat Colbert (1989), Ketchen & Strawser (1998), Libby & Frederik (1990), Robbins (2005), dan hasil penelitian terdahulu yaitu penelitian Wood, et. al. (1989), yang menjelaskan bahwa semakin banyak pengalaman kerja auditor intern dapat meningkatkan profesionalisme mereka dalam pekerjaannya atau dengan kata lain profesionalisme auditor intern dipengaruhi oleh pengalaman kerjanya.[17]
Kelima, berpegang teguh pada kode etik profesi. Etika akan memberikan semacam batasan maupun standard yang akan mengatur pergaulan manusia didalam kelompok sosialnya, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada. Kode etik profesi ini akan dipakai sebagai rujukan normatif dari pelaksanaan pemberian jasa profesi kepada mereka yang memerlukannya. Menurut Harris ruang gerak seorang profesional ini akan diatur melalui etika profesi yang distandarkan dalam bentuk kode etik profesi.[18] Seorang auditor intern, juga mempunyai kode etik tersendiri. Pekeerjaan dan tugas dari auditor dibutuhkan kejujuran, idependensi dan transparasi, sehingga kegiatan yang mulia ini harus dibentengi dengan suatu kode etika profesi. Untuk itu dalam menjalankan tugas dan fungsinya, dibutuhkan seorang auditor inter mempunyai komitmen dan sanggup berpegang pada kode etik profesinya. Apalagi bekerja pada lembaga yang operasionalnya berdasarkan syari’ah, dimana agama merupakan faktor utama dalam membentuk kode etik auditor intern pada lembaga keuangan mikro syariah.

D. KESIMPULAN
Berdasarkan kondisi-kondisi yang telah diuraikan, dapat diperoleh gambaran latar belakang, situasional, kondisional auditor intern yang ada pada lembaga keuangan mikro syariah (BMT) sebagian besar memiliki tingkat profosefionalisme yang masih rendah, jika dilihat dari indikator-indikator Sawyer, antara lain : afiliasi komunitas, sertifikasi , pendidikan dan pelatihan profesi, dedikasi pada profesi; dan kewajiban sosial profesi. Gambaran ini menunjukkan betapa rendahnya mutu dan kualitas dari auditor intern lembaga keuangan mikro syariah, sehingga wajar kalau dilihat dari kinerja dan tingkat kesehatan dari BMT-BMT sebagian besar hanya masuk dalam katagori cukup sehat. Bahkan di kota semarang tidak ada satupun BMT masuk dalam katagori sehat.
Melihat potret adutor inter yang cukup memprihatinkan, merupakan tantangan bagi manajemen lembaga keungan mikro syariah untuk meningkatkan profesionalisme auditor internnya supaya meningkatkan performance lembaga . ada beberapa faktor yang dapat dijadikan kebijakan untuk meningkatkan profesionalisme auditor intern lembaga keuangan mikro syariah (BMT) antara lain : melalui pendidikan yang sesuai dengan profesi seoarang auditor, pelatihan dasar atau pelatihan tingkat lanjutan untuk auditor intern, pengalaman yang cukup menjadi seoarang auditor, personality (kepribadian) yang baik serta dalam menjalankan tugas seoarang auditor selalu berpegang teguh dengan kode etik profesi yang diilhami dengan pemahaman syariah yang kuat.

E. DAFTAR PUSTAKA
American Accounting Association. 1973. A Statement of Basic Accounting Research. Florida. No. 6.
American Institute of Certified Public Accountants (AICPA). 1995. AICPA Profesional Standards. New York, NY:AICPA.
Arifin, Zainal, 2000. Memahami Bank Syari’ah, Alvabet, Jakarta.
Arrunada, B. 2000. Audit Quality: Attribut, Private Safeguards and The Role of Regulation. The European Accounting Review. Vol. 9. No. 2: 205-224.
Barlow, Helberg Cs. 1995. The Business Approach to Internal Auditing. First Edition. Johannesburg, Juta & Co. Ltd.
Benardi, R. 1994. Fraud Detection: The Effect of Client Integrity and Competence and Auditor Cognitivie Style. Auditing: A Journal of Theory & Practice. Vol. 13 (Suplement): 68-84.
Bonner, S. & B. Lewis. 1990. Dimensions of Auditors Expertise. Journal of Accounting Research. Vol. 28 Supplement: 1-20.
Boynton, W.C., & W.G. Kell. 2001. Modern Auditing. 6th ed. New York: John Wiley and Sons, Inc.
Brayfield, A., & H. Rothe. 1951. An index of Job Satisfaction. Journal of Applied Psychology. Vol. 35: 307-311.
Chambers, Andrew and Graham Rand. 1997. The Operational Auditing Handbook Auditing Business Processes. John Wiley & Sons Ltd.
Clapham, Ronald. 1991. Pengusaha Kecil dan Menengah di Asia Tenggara. Jakarta: LP3ES.
Colbert, J.L. 1989. The Effect of Experience Auditor’s Judgements. Journal of Accounting Literature. p: 137-149.
Davis, K dan Newstroom John. 1985. Human Behavior at Work: Organizational Behaviour. Seven Edition. Mc. Grow-Hill, Inc.
Dewan Sertifikasi - QIA. 2005. Rekapitulasi Jumlah Perusahaan / Instansi BUMN, BUMD, BUMS, & Lembaga Lainnya Yang Telah Memperoleh Sertifikat QIA Posisi Sampai Dengan 8 September 2005. Jakarta. 19 September.
Hall, R. 1968. Profesionalization and Bureacratization. American Sociological Review. Vol. 33: 211-228.
Harrell, A., E Chewning & M. Taylor. 1986. Organization – Profession Conflict and The Job Satisfaction and Turnover Intentions of Internal Auditing. A Journal of Practice & Theory. Spring: 109-121.
Hiro Tugiman. 2004. Tantangan & Prospek Profesi Internal Auditor di Indonesia. Jakarta. 14 Februari
Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik. 2001. Standar Profesional Akuntan Publik. Cetakan ke-1, per 1 Januari. Jakarta: PT. Salemba.
Kalbers, L.P. & T.J. Fogarty. 1995. Professional and Its Consequences: A Study Internal Auditor. A Journal Practice and Theory. Spring: 64-85.
Ketchen & Strawser. 1998. Dalam Yohannes Sri Guntur, Bambang Soepomo, & Gitoyo. 2002. Analisis Pengaruh Pengalaman Terhadap Profesionalisme dan Analisis Pengaruh Profesionalisme Terhadap Hasil Kerja (Outcomes). Jurnal MAKSI. Semarang: UNDIP
Konrath, Laweey F. 2002. Auditing Concepts and Applications, A Risk-Analysis Approach. 5th Edition. West Publising Company.
Kramer, W. Michael. 2002. Coruption and Fraud in International Aid and Business Projects. IIA International Conference. Washington DC. Juni.
Kreitner, Robert & Angelo Kinicki. 2001. Organizational Behaviour. Fifth Edition. The Mc Graw-Hill Companies, Inc.
Krogstad K. Jack, Ridley J. Anthony. 1999. Where We’re Going. Journal The Institute of Internal Auditors. October. Vol. LVI:V, pp 27-33.
Libby, R. & D. Frederik. 1990. Experience and The Ability to Explain Audit Findings. Journal of Accounting Research. Vol. 28, No. 2: 348-367.
Locke, E.A. 1976. The Nature and Causes of Job Satisfaction. Dalam M.D. Dunnete. Handbook of Industrial and Organizational Psychologi. Halaman 1319-28. Chicago: Rand McNally.
Mautz, R. K. & Hussein A. Sharaf. 1993. The Philosophy of Auditing. American Accounting Association.
Moeller, Robert R. 2005. Brink’s Modern Internal Auditing, Sixth Edition. John Wiley & Sons. Inc. Hoboken, New Jersey in Canada.
Morrow & Goetz (1988), Goetz, et. al. (1991) dalam Kalbers, L.P. & T.J. Fogarty. 1995. Professional and Its Consequences: A Study Internal Auditor. A Journal Practice and Theory. Spring: 64-85.
Pei, B., & F. Davis. The Impact of Organizational Structure on Internal Auditor Organizational – Professional Conflict and Role Stress: An Exploration of Linkages. Auditing: A Journal of Prctice & Theory. Spring:101-115.
Rahman Eljunusi, Pengaruh Religiositas dan Etika Kerja Islam terhadap Kinerja Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah (Studi pada Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) Kota Semarang, Jurnal Pusat Penelitian IAIN Walisongo, Semarang, 2005, hal 50-60
Robbins, Stephen P. 2005. Organizational Behavior. 11th Edition. New Jersey: Prentice Hall Inc.
Sawyer, Lawrence B., Mortimer A. Dittenhofer, and James H. Scheiner. 2003. Sawyer’s Internal Auditing, The Practice of Modern Internal Auditing. 5th Edition. Florida: The Institute of Internal Auditors. Altamonte Springs.
The Institute of Chartered Accountants in Australia. 1994. Dalam Hiro Tugiman. Tantangan dan Prospek Profesi Internal Auditor di Indonesia. Halaman 14. Jakarta: YPIA dan DS-QIA.
The Institute of Internal Auditors. 1997. Statement on Internal Auditing Standards No. 16. Journal The Institute of Internal Auditors. Agustus.
Wood, et. al. 1989. Professionalisme in Internal Auditing. Dalam Kalbers, L.P. & T.J. Fogarty. Professional and Its Consequences: A Study Internal Auditor. A Journal Practice and Theory. Spring: 64-85.
[1] Disampaikan pada acara diskusi dosen Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo pada Hari : Jum’at , tanggal 3 Agustus 2007.
[2] Arifin, Zainal, Memahami Bank Syari’ah, Lingkup, peluang dan Tantangan dan Prospek, Alvabet, Jakarta 1999 , hal 47
[3] Rahman ElJunusi, Pengaruh Religiositas dan Etika Kerja Islam terhadap Kinerja Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah (Studi pada Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) Kota Semaran, Pusat Penelitian IAIN Walisongo Semarang,2005, hal 45 - 60
[4], Moeller, Robert & Herbert Witt. 1999. Brink’s Modern Internal Auditing, Fifth Edition. John Wiley & Sons. Inc hal 5-8
[5] Hiro Tugiran , Tantangan & Prospek Profesi Internal Auditor di Indonesia. Jakarta. 14 Februari, hal 41
[6] Ibid, hal 42
[7] Moeller and Robert R. Op.Cit hal 5-10
[8] Boynton, W.C., & W.G. Kell. . Modern Auditing. 6th ed. New York: John Wiley and Sons, Inc, 2001, hal 980-990
[9] Sawyer, Lawrence B., Mortimer A. Dittenhofer, and James H. Scheiner, Sawyer’s Internal Auditing, The Practice of Modern Internal Auditing. 5th Edition. Florida: The Institute of Internal Auditors. Altamonte Springs, 2003, hal 30-50
[10] Bonner and Lewis, Dimensions of Auditors Expertise. Journal of Accounting Research. Vol. 28 Supplement:1990, hal 1-20.
[11] Kalbers dan Fogarty . Professional and Its Consequences: A Study Internal Auditor. A Journal Practice and Theory. Spring: 1995, hal 60-80
[12] Moeller, Robert R. Brink’s Modern Internal Auditing, Sixth Edition. John Wiley & Sons. Inc. Hoboken, New Jersey in Canada . 2005. hal 50-60
[13] Sawyer. Op.Cit hal 30-50
[14] Hasil wawancara dengan pengurus BMT Kota Semarang, Tahun2006
[15] Lihat Ratliff L. Richard, Wallace A. Wanda, Loebbecke K. James & Mc Farland G. William. Internal Auditing Principles and Techniques. Florida: The Institute of Internal Auditors, 1996., hal 30-50
[16] Lihat Robbins, Stephen P Organizational Behavior. 11th Edition. New Jersey: Prentice Hall Inc, 2005, hal 70-90
[17] Kalbert and Ogarty, Op.Cit hal 60-80
[18] Haris Setianto. Best Practices Dalam Penyusunan Laporan Internal Audit (Sesuai Standar Profesional Internal Audit. Media Auditor. Edisi III/April: , 2001 hal 12.

Tidak ada komentar: